Sunday, November 27, 2022

Berdamai Dengan Diri Sendiri Setelah Jadi Ibu


Setelah punya anak saya harus beradapatasi dengan banyak sekali hal. Mungkin bukan hanya saya tapi para Ibu lain yang ada di muka Bumi ini. Perubahan besar yang terjadi mengharuskan saya segera beradaptasi, menyesuaikan diri dengan hal hal baru. Bukan hanya tentang kondisi tubuh yang berubah, tapi juga lingkungan, cara berpikir, juga cara melihat sesuatu. 

Saya sendiri tidak menyangka menjadi Ibu membawa perubahan besar dalam cara saya memandang sesuatu. Bukan lagi hanya tentang saya, tapi juga tentang anak. Maka dari itu sudut pandang yang saya gunakan harus dari beberapa sisi. Tidak bisa hanya dari sisi saya pribadi. Setelah punya anak, seorang Ibu itu entah sadar atau tidak pasti apa apa jadi anak dulu. Mau ngapa ngapain kepikiran anak dulu. Karena mau tidak mau ya jadi Ibu, jadi orang tua harus bertanggung jawab sama anak dan memastikan pemenuhan kebutuhan anak. 

Banyak hal yang ketika gadis dulu atau setelah menikah tapi belum punya anak saya junjung tinggi kini harus perlahan dikurangi porsinya. Dilonggarkan aturannya, bahkan ditinggalkan. Dan ini sangat tidak mudah. Sulit sekali rasanya di awal. Bawaannya pengen marah marah aja karena tidak sesuai dengan ekspektasi dan keinginan saya. Sampai saat ini pun saya masih berusaha berdamai dengan diri saya sendiri. Berusaha kalem dan menerima kalau semua hal bisa berubah dan hidup kita bisa kok dibuat lebih selow. Dan jangan hanya fokus pada pikiran dan keinginan diri sendiri. 

Saya berdamai dengan diri sendiri demi kehidupan yang lebih nyaman. Nyaman untuk saya, nyaman untuk Pak suami dan anak. 


Rumah Berantakan Bisa Menunggu Untuk Dibereskan

(( rumah berantakan, liatin aja dulu, beresin kemudian, kalau ada waktu ))

Di rumah, saya membuat semua barang harus ada tempat penyimpanannya. Dan setiap barang tersebut jika keluar dari tempatnya harus kembali ke tempatnya. Hal ini membuat barang barang jadi lebih rapi dan mudah untuk ditemukan. Saya juga membereskan barang berdasarkan kategorinya. I love beres beres. Nonton orang beres beres di YouTube aja bikin saya happy :))

Sebagai orang yang sangat suka kerapian, suka melihat sesuatu ada pada tempatnya. Juga memperhatikan  setiap detail. Jujur, melihat rumah berantakan sangat membuat saya tidak nyaman dan bisa bikin sakit kepala. Lalu menikah, yang mana Pak suami punya kebiasaan lupa mengembalikan barang pada tempatnya. Hal ini kadang suka bikin gengges. Pengen ngomel. Karena ya, nanti kalau nyari barangnya yang ditanya saya lagi. Padahal doi sendiri lupa balikin ke tempatnya. Punya anak, wah tambah bye bye rumah rapi. 

Punya dua anak batita, jangan harap rumah rapi terus. Lupakan hayalan tingkat tinggi itu. Paling rapinya kalau anaknya lagi sekolah atau tidur. Padahal sudah dibikinin area tempat bermain tapi tetap saja mainan dibawa ke semua ruangan. Kamar tidur, ruang tamu, dapur, bahkan kamar mandi. Ya jelas soalnya ada mainan mainan yang diajakin mandi. Everywhere ada aja mainan yang nyelip ~ 

Bukan hanya soal mainan yang berantakan ya, tapi kadang kamar belum sempat diberesin, dapur belum disapu, cucian belum sempat dijemur. Hal hal itu awalnya bisa bikin saya kesal, apalagi kalau lagi kurang tidur, capek dan belum makan. Wah rasanya mau meledak lihat rumah berantakan. Tapi akhirnya saya menyadari bahwa ketika mainan berantakan dimana mana berarti bahwa anak saya sehat, ia baik baik saja. Karena kalau sedang sakit dia nggak akan semangat main, akan rewel minta ditemenin tidur. Dan percayalah dalam kasus ini lebih milih mainan berserakan deh saya. Lalu saya juga berusaha mengaktifkan tombol pause dalam diri untuk bisa menerima kalau semua hal itu tak perlu dibereskan dalam satu waktu. Simply karena tenaga kita terbatas, dan kita perlu melakukan hal lain yang lebih urgent. Misalnya mengurus anak dan bekerja. Ya iya, cucian kotor bisa menunggu tapi anak yang menangis minta susu minta makan nggak bisa. Apalagi dengan usia mereka yang masih sangat muda.

Menerima Bahwa Saya Butuh Bantuan

Ternyata saya butuh bantuan. Saya butuh support sistem selain Pak suami yang akan membantu saya mengurus rumah dan menjaga anak. Agar saya bisa bekerja dan berkegiatan untuk mengisi diri saya sendiri. Karena eh karena saya mudah sekali burn out, sesuatu yang sepele aja bisa bikin kesal sampai ubun ubun. Dan anak jadi kecipratan atmosfir yang tidak menyenangkan dari saya. Saya tahu ini adalah hal yang tidak baik, saya perlu belajar untuk mengendalikan diri. Juga perlu bantuan dari luar agar saya bisa membagi pekerjaan domestik. Hal ini sangat sulit di awal apalagi di masa ketika anak pertama lahir. Alasannya adalah (1) saya tidak percaya orang lain menjaga anak saya, (2) saya sangat percaya diri kalau saya mampu melakukan semuanya sendiri, (3) saya kurang nyaman kalau ada orang asing yang mondar mandir di rumah saya. Jadi, perkara mengakui kalau ternyata saya butuh bantuan ini cukup membuat saya kepikiran, galau dan menata diri untuk berhadapan dengan orang lain yang akan ikut mengurus rumah sesuai tugasnya. Gini amat saya, haha. 

Waktu hanya masih ada Katya saya cuma hire ART selama tiga bulan awal umur Katya. Mikirnya karena baru habis lahiran banget jadi butuh bantuan karena kami jauh dari orang tua. Apalagi ini pengalaman pertama kami jadi orang tua. Setelah tiga bulan, ART berhenti dan saya mengurus semuanya sendiri. Kebetulan pandemi jadi perkuliahan juga online. Semuanya berjalan baik baik saja. Lalu tanpa diduga saya hamil lagi di usia Katya yang belum genap dua tahun. Galaunya minta ampun. Rasa mudah letih dan lelah langsung menghampiri ketika mengurus rumah dan Katya yang lagi aktif aktifnya. 

Setelah itu, Pak suamilah yang bantuin nyari ART untuk membantu saya di rumah, karena dia juga takut saya kecapean yang berakibat pada ketidakstabilan di berbagai lini. Semangat cari bantuan, supaya saya nggak mudah marah marah katanya...wkwk, maapkan Pak. Karena Pak suami kan kerja ya, jadi nggak bisa leluasa bantuin. Karena ya bukan cuma Ibu yang capek, Pak suami juga pasti lelah setelah seharian ngantor. Dia juga pasti pulang kantor pengen leyeh leyeh istirahat tanpa harus bantuin ngepel, haha. Padahal emang dia tukang ngepel sebelum ada ART. 

Syukurnya setelah berkali kali gonta ganti ART, akhirnya saya mendapatkan ART yang sesuai dengan kriteria. Tidak sempurna tapi bisa diajak komunikasi dan berdikusi serta yang paling penting adalah dia bisa menghandle anak anak dengan baik sesuai arahan saya. 

Bye Bye Tidur Nyenyak

Sejak hamil Katya jarang sudah jarang banget ngerasain tidur nyenyak. Padahal sebelumnya saya suka banget tidur. Kalau malam tu gampang banget ngantuk. Sampai teman saya komen "pelor banget si kamu" wkwk. Begadang? apa itu begadang? saya tidak bisa begadang. Saya selalu memilih bangun lebih pagi untuk mengerjakan tugas daripada begadang. Merecharge diri dengan tidur adalah jalan ninjaku. 

Sampai lahiran Katya, nangis banget harus begadang. Asli, rasanya ngantuk capek tapi nggak bisa tidur. Namanya anak pertama, semua serba pertama. Apalagi di awal kelahirannya Katya rewel banget karena belum bisa menyusu dengan benar. Sayapun seringkali panik, overthinking, dan kelelahan. Katya sering banget ngajakin begadang :')

Semakin bertambahnya usia Katya harapannya saya bisa tidur nyenyak lagi. Ternyata enggak. Soalnya hamil dan punya bayi lagi ... hahaha *menertawakan diri sendiri*. Waktu hamil Khalif sering banget ngerasain kesemutan yang bikin nggak bisa tidur. Menderita banget rasanya Ya Allah. Mau nangis juga nggak menyelesaikan masalah...huhu. Apalagi setelah lahir, makin jauh deh tu tidur nyenyak. Sepertinya untuk beberapa tahun ke depan saya belum bisa tidur nyenyak dengan tenang di malam hari, apalagi tidur siang. Masih tergadai dengan waktu yang digunakan untuk memberi perhatian ke anak. Yaks ~ sekarang malah kebiasaan tidur paling cepet jam 10. Karena waktunya juga dipakai untuk menyelesaikan pekerjaan...heuheu.

Rekor saya pernah nggak tidur selama tiga malam waktu Khalif di opname di rumah sakit bulan lalu. Ternyata Allah ngasi kekuatan lebih dari yang kita duga :))

Apa Itu Kamar Pribadi?

Saya menjunjung tinggi privasi. Apalagi soal area private seperti kamar tidur. Kamar tidur selalu saya jaga bersih, rapi, dan tidak sembarang orang bisa masuk. Karena bagi saya kamar tidur itu ya memang privasi. Apalagi kasurnya beuh, nggak bisa seenaknya orang lain bikin berantakan. Kamar tidur kan tempat istirahat ya, dan hal hal private juga dilakukan di kamar. Kalau orang bebas lalu lalang di situ ya gimana :') 

Tapi semua itu ambyar ketika anak lahir. Karena di rumah juga kamarnya terbatas, lalu kebiasaan kita di sini kan selalu sharing room ya sama anak yang masih bayi. Maka jadilah kami satu kamar dengan anak anak. Semakin Katya lahir semakinlah kamar jadi ruangan yang biasa aja wkwk. Tak se-private dulu. Katya bawa mainan lah, bawa makananlah bawa segala macam Ya Allah. Bikin Ibu berubah jadi Godzilla.

Karena masih pada bayi maka sayalah yang harus bersabar. Tenang akan ada saatnya rapiin kamar lagi, dekor dekor lagi, pakai seprei cantik lagi. Kalau sudah waktunya juga ni anak anak akan pindah kamar. 

Memang Masanya Repot, Nikmatilah

Kalau dipikir pikir segala sesuatu itu akan berubah, akan berlalu, berganti yang baru. Begitu juga masa masa repot yang saya hadapi saat ini. Pasti akan berlalu jika saatnya tiba. 

Sekarang mau keluar rumah rempong banget bawa segala macam. Nggak bisa bawa tas kecil doang. Tas isinya minimal popok ganti, baju ganti, mainan dan cemilan anak. Apalagi anaknya dua. Kemana mana rombongan, ke suatu tempat itu kek cuma pindah tempat ngasuh doang wkwk. Mau ke tempat makan atau tempat wisata pasti yang dipikirin duluan apakah tempatnya kids friendly atau nggak. Ya apa apa anak dulu gitu. Sudah jarang bisa ngumpul leluasa dengan teman teman. Kecuali emang janjian playdate. Itupun mikir mikir mengingat kerempongan ini...haha.

Kadang sama Pak suami ngobrolin betapa rempongnya hidup kami saat ini. Sebagian besar hal tercurah buat anak, ya biaya, ya waktu, ya tenaga, ya perhatian. Harus banyak banyak sabar, karena rentan banget ketika sama sama capek kadang jadi pengen ngegas aja bawaannya...wkwk. Part rempong ini akan berlalu. Hanya bisa berusaha memberikan yang terbaik. Nikmati aja deh.

Sehari Lebih Dari 24 Jam Bisa Nggak Sih

Ini kadang saya mikir begini. Saking banyak banget to do listnya setiap hari. Loncat dari satu urusan ke urusan yang lain. Lalu nggak bisa lelet, ntar kalau telat ngerjainnya jadi keteteran yang lain. Sampai kayaknya waktu sehari itu kurang. Urusan domestik, urusan kerjaan dll. Triknya adalah ya harus bisa mengukur skala prioritas. Harus tahu mana harus didahulukan atau tidak. Jadi bisa milih mana yang mau dikerjakan dahulu mana yang bisa menunggu.

Tapi namanya juga manusia ya, suka berandai andai. Berandai andai kalau sehari lebih 24 jam saya bisa mengerjakan banyak hal. Padahal belum tentu. Dasar aku.

***
Sehat terus ya sayang sayangku 

Sulit banget di awal. Tapi manusia dibekali kemampuan untuk beradaptasi yang luar biasa. Meski perlahan atau cepat bisa juga akhirnya. Bisa juga akhirnya mengatur prioritas, waktu, dan menemukan mana yang paling cocok untuk keluarga. Tidak sempurna, tapi bisa.

No comments:

Post a Comment