Thursday, November 27, 2014

Cerpen: Gadis Di Persimpangan Jalan (Bag. 2)

Orang-orang biasa memanggilku gadis payung hijau karena payung hijau selalu menemaniku kemanapun. Kurasa memang hanya dia yang selalu setia didekatku. Sama seperti hari ini ketika aku menunggumu untuk kesekian kalinya, di persimpangan jalan ini. Payung hijau ini cukup membuatku tak basah kuyup di bawah hujan, setidaknya menurutku. Kau tentu tak tahu, karena tak pernah memperhatikan. Ah ya sejak kapan kau akan memperhatikan, sedang kau tak jua datang.

Kau mungkin tak menyadari betapa hati dan fisikku semakin hari semakin kuat untuk berdiri menunggumu di sini. Aku telah mempersiapkan diriku sebaik-baiknya untuk pertemuanku denganmu. Meski hujan atau terik matahari. Aku tak peduli pada tatapan orang yang menatapku iba, heran, dan takut. Mereka pasti menganggapku gila. Tapi aku tak peduli. Lagipula mengapa kau harus repot peduli pada tanggapan orang atas apa yang kau yakini. Karena rasa peduliku sudah kau sedot habis pada janjimu yang menjelma jutaan kilo watt cahaya yang membuat ruang hatiku terang benderang.

Entah sampai kapan kekuatanku bertahan untuk menunggumu. Akupun tak tahu. Mungkin sampai ibu melarangku untuk keluar rumah lagi. Kau tahu kan aku tidak akan pernah bisa menolak perintah ibu, karena aku ingin mendapatkan surga atas ridhonya. Atau mungkin sampai persimpangan jalan ini sudah tidak ada lagi. Persimpangan jalan yang akan menunjukkan aku padamu, kau padaku.

Dari jauh masih tak ada tanda-tanda kau datang. Apakah kau akan datang diantar tukang ojek atau naik bus reot yang melewati persimpangan jalan ini?, masih tak ada tanda. Jangan hawatir, aku adalah pengingat jitu. Aku bisa mengingat semua detail, apalagi tentangmu. Tentang janjimu yang membuatku menunggu di sini, di persimpangan jalan ini.

(bersambung)

No comments:

Post a Comment