Tuesday, November 7, 2017

My Ultimate Sister


Sister is probably the most competitive relationship within the family, but once the sister are grown, it becomes the strongest relationship. 
~Margaret Mead~
Sisterhood - Kami terpaut jarak usia yang pendek, hanya dua tahun saja. Saya lahir tahun 1990, dia lahir tahun 1992. Kami sama-sama perempuan. Lahir dari orangtua yang sama, Ibuk dan Bapak. Lahir di tengah-tengah keluarga yang sama. Dialah adik perempuan saya. 

Ketika kecil, saat balita banyak yang mengira kami adalah anak kembar. Ini tidak mengherankan karena postur kami yang hampir mirip dan kami juga selalu dipakaikan baju yang sama modelnya oleh Ibuk. Entah apa pertimbangan Ibuk saat itu. Sampai tamat sekolah dasarpun kami masih sering dibelikan baju dengan model yang sama, yang berbeda hanya soal warnanya saja. Waktu itu sih kami tidak keberatan, tidak ada kalimat protes yang keluar dari mulut kami. Kami selalu happy, karena tak perlu iri-irian, merasa baju yang satu lebih bagus dari baju yang lain. Tapi beda halnya dengan ketika kami sudah masuk sekolah menengah atas. Kami mulai menentukan pilihan sendiri soal baju-baju yang akan kami pakai. Ibuk dan Bapak juga membolehkan, asalkan tidak melanggar aturan. Di fase ini adik saya ini nggak mau banget kembaran baju dengan kakaknya. Kalau ditawarin, big no katanya.

Berbagi Banyak Hal

Seperti orang lain yang memiliki saudara perempuan, kami juga mengalami banyak hal bersama. Menjadi teman main dan belajar sejak kecil. Dia adalah teman main pertama saya. Di rumah saya menghabiskan banyak waktu bersamanya. Saling berebut mainan, baikan, berebut mainan lagi, sampai baikan lagi. Begitu seterusnya….hahaha. Soal belajar juga selalu bareng. Ibuk dan Bapak sangat keras kalau soal belajar. Maghrib kami pergi belajar mengaji di musholla kampung sebelah. Setelah pulang, makan kemudian belajar atau menyiapkan buku pelajaran untuk esok hari. Meskipun kadang adik saya ini keburu ngantuk duluan. Doi cepet banget ngantuknya sih :p

macam anak kembar kan :D
Semakin kami tumbuh besar. Semakin banyak hal yang kami lakukan bersama-sama. Ia menjadi teman jalan-jalan dan belanja saya yang paling oke. Mau diajak jalan kemanapun dia mah ayo aja. Ketika di Jogja malah dia yang sering ngajakin jalan. Saya main ke taman buah Mangunan, mengejar sunrise di puncak Suroloyo, menikmati sunset di puncak Parangkusumo, mengelilingi api unggun di Gumuk Pasir Parangtritis, dan banyak lagi yang lainnya. Jauh sebelum tempat-tempat tersebut se-hits sekarang. Semuanya berkat dia. Sungguh pengalaman yang menyenangkan. Kalau soal belanja, meskipun selera  baju kami berbeda tapi soal tempat belanja selera kami sama. Kami sama-sama suka belanja di tempat yang murah tapi punya model pakaian yang oke. Jadilah kami bertukar informasi soal tempat-tempat kayak gini….haha.

Selain jadi partner jalan-jalan yang asyik. Rasanya nggak cukup kalau saudara perempuan nggak jadi teman sharing dan ngerumpi. Begitupun ia. Kami bertukar cerita tentang banyak hal. Tentang apapun. Kami sering meminta saran atas apa yang sedang kami hadapi. Kalau lagi galau dan sebagainya. Adik saya ini menjadi saksi hidup atas hal-hal yang pernah saya alami. Dalam beberapa hal terkadang ia lebih dewasa dari saya.

Persaudaraan kami bukannya tanpa pertengkaran. Pertengkaran penuh drama juga sering terjadi kok. Kalau lagi kelahi deramah banget pokoknya....haha. Duh kalau diingat-ingat saya jadi malu sendiri. Kok bisa coba kelahi sama sodara sampai segitunya. Kami sampai nggak teguran berhari-hari. Sampai Ibuk dan Bapak turun tangan. Abis itu nangis-nangisan, terus maaf-maafan. Eh ntarannya terulang lagi. Sampai Ibuk dan Bapakpun menyerah…heuheu.

body dia emang lebih besar dari aku sis :p
We Are Becomes Strongest

Kini, kami berdua sudah menikah. Sudah memiliki keluarga masing-masing. Prioritas kami sudah berubah. Tapi ada hal-hal yang tidak berubah dari kami. Jarak dan waktu tidak memisahkan kami. Meskipun kini ia harus merantau ke luar daerah mengikuti suaminya. Ternyata kami masih bisa bercerita tentang banyak hal, seperti dulu. Kami masih bisa tertawa-tawa dengan hal konyol yang sama, atau menertawakan kelakuan diri sendiri. Lucu dan menyenangkan.

Karena sudah sama-sama merasakan pernikahan. Kini cerita kami tak jauh-jauh dari cerita seputar keluarga, tentang relationship, dan tak ketinggalan tentang menu masakan keluarga. Tidak hanya itu sih, kami juga bercerita tentang impian-impian di masa depan yang ingin kami capai.

Menulis ini membuat hati saya jadi hangat karena saya merasakan bahwa hubungan persaudaraan kami menjadi lebih kuat seiring bertambahnya usia kami. Kami sama-sama menjadi lebih dewasa. Lebi peduli satu sama lain, lebih menghargai keluarga. I feel blessed.

No comments:

Post a Comment